Rabu, 21 Mei 2008

KWI

Dialog Kebangsaan di Tengah Masalah Pluralitas
Perbedaan Bukan Kelemahan, Melainkan Kekuatan

Pancasila rumah kita
Rumah untuk kita semua
Nilai rasa Indonesia
Rumah kita selamanya
Untuk semua puji namanya
Untuk semua cinta sesama
Untuk semua keluarga menyatu
Untuk semua bersambung rasa
Untuk semua saling berbagi
Untuk semua insan sama dapat sama rasa
Oh.. Indonesiaku… (Franky Sahilatua)

Dua meja menghadang tamu-tamu Dialog Kebangsaan. Sebelum memasuki ruang serba guna Gereja Katolik St. Yakobus, para tamu harus mengisi album tamu yang diletakkan di atas meja itu. Tepat pukul 10.00 WIB, Franky Sahilatua membuka acara yang dimotori oleh Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja (KWI) dengan nyanyian merdunya. Dialog Kebangsaan. Bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Daniel Sparingga ini dihadiri oleh berbagai pihak seperti Uskup Herman Yosef, FKUB, perwakilan semua keuskupan di Indonesia kecuali Keuskupan Maumere, tokoh-tokoh agama lain dan para penganut kepercayaan yang berada di Surabaya. Romo Nardi Atmojo menjadi moderator untuk acara forum tersebut. Dosen Kitab Suci ini sangat pintar mengantarkan pembicaraan ke masalah kebangsaan yang saat ini sangat memprihatinkan kondisinya. Sebagai contoh konkrit yang dibahas pada permulaan dialog nasional paling akbar tahun 2008 ini adalah masalah kenaikan harga BBM. Sri Sultan mengatakan bahwa kita sebagai masyarakat awam tidak akan pernah tahu kapan harga BBM ini akan naik.

Pemerintah yang mempunyai hak untuk mengurangi subsidi BBMnya sehingga rakyat yang menanggung kenaikannya. Dengan berbagai alasan seperti kenaikan harga minyak dunia, pemerintah dengan seenaknya menaikkan harga BBM di Indonesia. Padahal harga minyak dunia bisa berubah lebih tinggi lagi dari yang sekarang. Pemerintah tidak menjalankan suatu solusi untuk menyelesaikan masalah, tetapi hanya mengikuti perkembangan dunia saat ini saja. Lalu mau dibawa kemana bangsa kita ini?

Menurut Daniel Sparingga, Sosiolog Universitas Airlangga, Indonesia memang memiliki permasalahan yang kompleks, bukan dari sisi ekonominya saja namun juga sisi sosial kemasyarakatannya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, etnis dan budaya sangat rentan dengan masalah sosial ini. Indonesia yang multikultur menyebabkan masyarakatnya hanya melihat sisi kepentingan pribadinya saja. Contohnya banyak peraturan pemerintah yang sudah menyimpang misalnya beberapa daerah yang memiliki Syarikat Islam. Hal ini tentu saja berlawanan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia bukan merupakan negara agama tertentu, atau dapat disimpulkan bahwa Indonesia tidak didasarkan pada peraturan agama tertentu.

Kita sebagai umat Kristiani yang merupakan kaum minoritas sangat sulit bergerak di lingkungan kita pada umumnya. Dialog yang dijembatani oleh Konfrensi Wali Gereja iini memberikan solusinya pada kita. Sultan Hamengku Buwono X yang masih memiliki visi kebangsaan mengatakan bahwa seharusnya kaum minoritas di negri ini melindungi dan mendukung kaum minoritasnya. Agar dengan adanya rasa aman yang diciptakan dapat membuat hubungan antar umat beragama menjadi rukun dan damai. Dewasa ini penafsiran terhadap agama semakin sempit. Namun kita sebagai umat beragama tidak boleh saling menggunakan kitab suci masing-masing untuk memaksakan kehendak pada orang lain. Kitab suci sesungguhnya untuk membuat orang berbudi luhur. Dialog ini bertujuan untuk membantu kita agar dapat lebih membuka mata akan kondisi kebangsaan kita saat ini. Dialog yang mayoritas dihadiri oleh kaum laki-laki ini juga menjelaskan tentang unsur bela rasa yang harus lebih dikembangkan dalam hidup antar umat beragama. Bangsa kita saat ini sedang bersedih hati karena kondisi yang penuh dengan ketidakpastian, oleh karena itu kita sebagai umat beragama harus saling mendukung agar dapat keluar dari masalah-masalah yang kompleks ini. SARA (Suku, Agama dan RAs) bukanlah sesuatu yang menakutkan kecuali dipakai untuk suatu pertentangan.

Kita berada dalam kondisi sepuluh tahun sesudah reformasi dan seratus tahun kebangkitan nasional. Sekarang penjajahan bermodel baru, bukan melalui fisik namun lebih ke arah sosial politik. Bangsa kita sekarang memiliki budaya yang sangat buruk yaitu budaya konsumtif. Sebagai orang-orang negri ini kita seharusnya sadar akan kondisi yang memprihatinkan ini. Daniel Sparingga juga menambahkan bahwa ini adalah hari-hari yang menentukan 20 tahun ke depan apakah bangsa Indonesia bisa maju atau malah akan hancur. Indonesia adalah negara Bhinneka Tunggal Ika dimana terdiri atas berbagai macam suku, etnis, agama, kebudayaan, dan lainnya. Pemimpin Indonesia, dalam arti ini bukan berarti selalu presiden, harus bisa memahami rakyatnya dan eksistensinya pun harus tidak dibelakangi oleh kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Sri Sultan menuliskan tugas kepemimpinan pemanggul Pluralisme bangsa yaitu harus secara konsisten melakukan aksi, dan bukan sekedar mengejar dan mempertahankan posisi saja.Dialog yang diadakan pada tanggal 15 mei 2008 ini sangat berguna untuk membuka wawasan kita dalam memilih pemimpin yang benar kelak. Sesungguhnya kekuasaan yang didapat adalah untuk tidak diperebutkan namun merupakan amanah yang diberikan dan harus dijalankan sebaik-baiknya. Romo Eko Budi Susilo selaku ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Surabaya juga menambahkan bahwa dialog ini dapat membuka wawasan kita dalam dunia politik dan sosial. Sebagai orang Katolik kita harus menunjukkan nilai-nilai Kristiani kita. Kita harus berlaku jujur dan disiplin agar dapat dipercaya walaupun kita adalah minoritas. (she_sky)






Tidak ada komentar: