Anak Surabaya yang Menghargai Kotanya
Surabaya yang dikenal sebagai Kota Pahlawan memiliki sejuta kisah perjuangan arek – arek Suroboyo. Bangunan – bangunan Surabaya tempo dulu lah yang menjadi saksi bisu yang kini tidak dihiraukan lagi eksistensinya.
________________________
FRANSISKA WINOTO, Surabaya
FRANSISKA WINOTO, Surabaya
________________________
Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur dan dapat dikatakan merupakan kota termaju kedua di Indonesia. Patung “Suro” dan “Boyo” menjadi simbol kota ini. Berbagai macam peristiwa sejarah yang terjadi di Surabaya menyebabkannya dijuluki sebagai Kota Pahlawan. Di Surabaya sangat mudah ditemui bangunan atau gedung-gedung peninggalan sejarah. Jumlahnya banyak tapi sungguh sayang sekali sangat tidak dirawat. Kondisinya memprihatinkan, padahal bangunan atau gedung bersejarah ini sangat penting artinya bagi sejarah bangsa Indonesia.
Kurangnya respon dari masyarakat dan pemerintah sendirilah yang menjadi pemicu semuanya ini. Namun tidak bisa dipungkuri bahwa pemerintah sudah turut ikut campur dalam masalah pembudidayaan ini. Akan tetapi ikut campurnya pemerintah hanya terlihat setengah hati saja. Masyarakat Surabaya sendiri kurang menganggap penting bangunan – bangunan bersejarah yang seharusnya menjadi kebanggaan mereka.
Apabila kita melihat lebih jauh keberadaan Balai Pemuda, Tugu Pahlawan, Monumen Bambu Runcing, atau Jembatan Merah, maka kita dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka hanya sebagai pemanis kota belaka. Terlebih bangunan Stasiun Kota Semut yang sudah berdiri sejak jaman Belanda tetapi sekarang kondisinya mengenaskan dan hampir digusur. Lain halnya dengan Hotel Majapahit yang dikelola oleh swasta terlihat lebih terawat dibanding dengan bangunan bersejarah lainnya.
Ditengah keacuhan masyarakat Surabaya akan nasib sejarah kotanya, adapun seorang biasa yang sangat memperhatikan perkembangan bangunan bersejarah di Surabaya ini. Dia sangat menghargai kota kelahirannya itu. Berangkat dari hobinya mengumpulkan perangko, Pak Said menemukan sisi lain dari postcard yang ia dapatkan saat berada di Belanda. Dari postcard tersebut, ia menemukan foto salah satu sudut Kota Surabaya tempo dulu dimana Pak Said sangat familiar dengan daerah tersebut. Ternyata daerah tersebut merupakan lokasi toko milik orang tuanya pada waktu ia kecil. “Menurut saya bangunan – bangunan di Surabaya ini sangat menarik sekali terutama segi arsitekturnya, tata kotanya dan jalanannya”, tambah bapak yang memiliki tiga putra ini.
Setelah menyadari keunikannya itu, Pak Said mulai mencari postcard – postcard yang bergambar foto Kota Surabaya tempo dulu hingga ke luar negeri. Rata – rata umurnya sudah hampir 70 tahun. Yang mengherankan kondisi foto – fotonya masih bagus dan masih terlihat baru walaupun sudah menguning. “Ada keasikan sendiri ketika melihat foto – foto itu, dulu ada sekarang ga ada atau dulu ga ada sekarang ada” tutur Pak Said dengan semangat sambil sibuk menunjukkan koleksi foto – foto bangunan tempo dulu yang kini sudah bernilai sejarah itu. Pak Said juga mengatakan bahwa koleksi fotonya itu bernilai cukup tinggi. Apabila dirupiahkan, satu album penuh berisi kurang lebih 300 lembar koleksi bisa bernilai 60 jutaan rupiah. Kaget adalah perasaan kita ketika mendengar ungkapannya. Album yang berisi postcard bergambar foto – foto bangunan bersejarah Surabaya itu sangat berharga walaupun sudah berumur. Mantan gubernur Jawa Timur Soelarso tau akan keunikan kotanya itu, ia pernah membeli koleksi Pak Said.
Arek Suroboyo ini juga mengatakan koleksinya itu dapat membantu masyarakat yang ingin mengetahui kondisi Surabaya tempo dulu, terutama bangunan – bangunan bersejarahnya. “Biasanya tamu yang datang ke rumah, terutama yang tua – tua, saya suguhi album ini terus saya tinggal dua jam gitu masih betah mereka liat”, tambah Pak Said sambil tertawa.
Ketika ditanya alasan kenapa menjadi pemerhati bangunan bersejarah di Surabaya, Pak Said mengatakan karena dia adalah orang Surabaya asli yang lahir dan tumbuh di Surabaya. Ia bangga dengan sejarah dan kebudayaan kota kelahirannya ini. “Dulu tukang potretnya lebih milih Surabaya daripada kota lainnya seperti Semarang, Jogja, maupun Batavia sebagai obyek fotonya. Berarti Kota Surabaya ini punya nilai tersendiri dibanding kota – kota lainnya”, cerita Pak Said. Teman – teman Pak Said juga mengakui struktur bangunan Kota Surabaya yang lebih artistik dibanding kota lainnya.
Pemilik nama lengkap Said Faizal Bashmelle, ini mengaku sudah memiliki hampir 2000 macam foto Kota Surabaya tempo dulu dalam bentuk postcard. Mulai dari Tanjung Perak sampai Kalimas, Surabaya bagian tengah sampai Surabaya bagian utara juga dimilikinya. Ketika ditanya bagaimana kondisi bangunan bersejarah di Surabaya saat ini, raut wajah Pak Said langsung berubah. Ia terlihat seperti terbebani masalah berat. “Ya kita memang ga bisa apa – apa, yang punya gawe kan pemerintah kotanya. Kita hanya bisa seperti ini saja”, kata Pak Said. Ucapan Pak Said sangat relevan dengan kenyataan yang ada saat ini. Pemerintah Kota Surabaya terlihat kurang tegas dalam menyusun Peraturan Daerah. Misalnya saja Perda nomor 5
tahun 2005 tentang pelestarian bangunan dan lingkungan cagar budaya, hanya memberikan sanksi kepada pelanggarnya dengan ancaman hukuman maksimal tiga bulan dan denda 50 juta rupiah saja. Akibat ketidakseriusan aturan ini, Surabaya banyak kehilangan bangunan bersejarah akibat ulah orang – orang yang tidak bertanggung jawab.
Diwawancarai di tengah kesibukannya menjaga pameran barang – barang kuno dan foto – foto kuno di Convention Hall Tunjungan Plaza III, ia bersama pemerhati lainnya ikut berpartisipasi dalam hal menjaga kelestarian dan pengetahuan sejarah bangunan kota Surabaya tempo dulu. Hanya caranya saja yang berbeda, ia lebih tertarik untuk mengabadikan potret – potret bangunan bersejarah di Surabaya tempo dulu melalui postcard yang telah ia kumpulkan 5 tahun terakhir ini.
Yang lebih membanggakan lagi, Pak Said sangat serius dalam mengumpulkan postcard – postcard tersebut. Mulai dari kota – kota kecil seperti Malang, Magelang, Gresik, Jember, Jogja, Solo hingga sampai ke luar negeri seperti Belanda, Perancis, Brazil, Hongaria, dan Ceko. Menurutnya postcard – postcard ini bisa sampai sana karena penduduk dari kota Surabaya tempo dulu sangat menghargai kotanya. Hal ini terbukti apabila mereka mengabarkan sesuatu kepada kerabatnya, mereka menggabarkannya di balik kartu pos bergambar itu. Oleh karena itu sangat ironis bagi kita yang hidup di Surabaya modern ini tetapi tidak menghargai kotanya sendiri.
Surabaya adalah Kota Pahlawan, tapi dalam kenyataannya banyak peninggalan – peninggalan dan bangunan - bangunan tua yang memiliki nilai sejarah terbengkalai begitu saja. Keterbengkalaiannya ini lama kelamaan dapat mengaburkan makna Surabaya sebagai Kota Pahlawan. (she_sky)
Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur dan dapat dikatakan merupakan kota termaju kedua di Indonesia. Patung “Suro” dan “Boyo” menjadi simbol kota ini. Berbagai macam peristiwa sejarah yang terjadi di Surabaya menyebabkannya dijuluki sebagai Kota Pahlawan. Di Surabaya sangat mudah ditemui bangunan atau gedung-gedung peninggalan sejarah. Jumlahnya banyak tapi sungguh sayang sekali sangat tidak dirawat. Kondisinya memprihatinkan, padahal bangunan atau gedung bersejarah ini sangat penting artinya bagi sejarah bangsa Indonesia.
Kurangnya respon dari masyarakat dan pemerintah sendirilah yang menjadi pemicu semuanya ini. Namun tidak bisa dipungkuri bahwa pemerintah sudah turut ikut campur dalam masalah pembudidayaan ini. Akan tetapi ikut campurnya pemerintah hanya terlihat setengah hati saja. Masyarakat Surabaya sendiri kurang menganggap penting bangunan – bangunan bersejarah yang seharusnya menjadi kebanggaan mereka.
Apabila kita melihat lebih jauh keberadaan Balai Pemuda, Tugu Pahlawan, Monumen Bambu Runcing, atau Jembatan Merah, maka kita dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka hanya sebagai pemanis kota belaka. Terlebih bangunan Stasiun Kota Semut yang sudah berdiri sejak jaman Belanda tetapi sekarang kondisinya mengenaskan dan hampir digusur. Lain halnya dengan Hotel Majapahit yang dikelola oleh swasta terlihat lebih terawat dibanding dengan bangunan bersejarah lainnya.
Ditengah keacuhan masyarakat Surabaya akan nasib sejarah kotanya, adapun seorang biasa yang sangat memperhatikan perkembangan bangunan bersejarah di Surabaya ini. Dia sangat menghargai kota kelahirannya itu. Berangkat dari hobinya mengumpulkan perangko, Pak Said menemukan sisi lain dari postcard yang ia dapatkan saat berada di Belanda. Dari postcard tersebut, ia menemukan foto salah satu sudut Kota Surabaya tempo dulu dimana Pak Said sangat familiar dengan daerah tersebut. Ternyata daerah tersebut merupakan lokasi toko milik orang tuanya pada waktu ia kecil. “Menurut saya bangunan – bangunan di Surabaya ini sangat menarik sekali terutama segi arsitekturnya, tata kotanya dan jalanannya”, tambah bapak yang memiliki tiga putra ini.
Setelah menyadari keunikannya itu, Pak Said mulai mencari postcard – postcard yang bergambar foto Kota Surabaya tempo dulu hingga ke luar negeri. Rata – rata umurnya sudah hampir 70 tahun. Yang mengherankan kondisi foto – fotonya masih bagus dan masih terlihat baru walaupun sudah menguning. “Ada keasikan sendiri ketika melihat foto – foto itu, dulu ada sekarang ga ada atau dulu ga ada sekarang ada” tutur Pak Said dengan semangat sambil sibuk menunjukkan koleksi foto – foto bangunan tempo dulu yang kini sudah bernilai sejarah itu. Pak Said juga mengatakan bahwa koleksi fotonya itu bernilai cukup tinggi. Apabila dirupiahkan, satu album penuh berisi kurang lebih 300 lembar koleksi bisa bernilai 60 jutaan rupiah. Kaget adalah perasaan kita ketika mendengar ungkapannya. Album yang berisi postcard bergambar foto – foto bangunan bersejarah Surabaya itu sangat berharga walaupun sudah berumur. Mantan gubernur Jawa Timur Soelarso tau akan keunikan kotanya itu, ia pernah membeli koleksi Pak Said.
Arek Suroboyo ini juga mengatakan koleksinya itu dapat membantu masyarakat yang ingin mengetahui kondisi Surabaya tempo dulu, terutama bangunan – bangunan bersejarahnya. “Biasanya tamu yang datang ke rumah, terutama yang tua – tua, saya suguhi album ini terus saya tinggal dua jam gitu masih betah mereka liat”, tambah Pak Said sambil tertawa.
Ketika ditanya alasan kenapa menjadi pemerhati bangunan bersejarah di Surabaya, Pak Said mengatakan karena dia adalah orang Surabaya asli yang lahir dan tumbuh di Surabaya. Ia bangga dengan sejarah dan kebudayaan kota kelahirannya ini. “Dulu tukang potretnya lebih milih Surabaya daripada kota lainnya seperti Semarang, Jogja, maupun Batavia sebagai obyek fotonya. Berarti Kota Surabaya ini punya nilai tersendiri dibanding kota – kota lainnya”, cerita Pak Said. Teman – teman Pak Said juga mengakui struktur bangunan Kota Surabaya yang lebih artistik dibanding kota lainnya.
Pemilik nama lengkap Said Faizal Bashmelle, ini mengaku sudah memiliki hampir 2000 macam foto Kota Surabaya tempo dulu dalam bentuk postcard. Mulai dari Tanjung Perak sampai Kalimas, Surabaya bagian tengah sampai Surabaya bagian utara juga dimilikinya. Ketika ditanya bagaimana kondisi bangunan bersejarah di Surabaya saat ini, raut wajah Pak Said langsung berubah. Ia terlihat seperti terbebani masalah berat. “Ya kita memang ga bisa apa – apa, yang punya gawe kan pemerintah kotanya. Kita hanya bisa seperti ini saja”, kata Pak Said. Ucapan Pak Said sangat relevan dengan kenyataan yang ada saat ini. Pemerintah Kota Surabaya terlihat kurang tegas dalam menyusun Peraturan Daerah. Misalnya saja Perda nomor 5
tahun 2005 tentang pelestarian bangunan dan lingkungan cagar budaya, hanya memberikan sanksi kepada pelanggarnya dengan ancaman hukuman maksimal tiga bulan dan denda 50 juta rupiah saja. Akibat ketidakseriusan aturan ini, Surabaya banyak kehilangan bangunan bersejarah akibat ulah orang – orang yang tidak bertanggung jawab.
Diwawancarai di tengah kesibukannya menjaga pameran barang – barang kuno dan foto – foto kuno di Convention Hall Tunjungan Plaza III, ia bersama pemerhati lainnya ikut berpartisipasi dalam hal menjaga kelestarian dan pengetahuan sejarah bangunan kota Surabaya tempo dulu. Hanya caranya saja yang berbeda, ia lebih tertarik untuk mengabadikan potret – potret bangunan bersejarah di Surabaya tempo dulu melalui postcard yang telah ia kumpulkan 5 tahun terakhir ini.
Yang lebih membanggakan lagi, Pak Said sangat serius dalam mengumpulkan postcard – postcard tersebut. Mulai dari kota – kota kecil seperti Malang, Magelang, Gresik, Jember, Jogja, Solo hingga sampai ke luar negeri seperti Belanda, Perancis, Brazil, Hongaria, dan Ceko. Menurutnya postcard – postcard ini bisa sampai sana karena penduduk dari kota Surabaya tempo dulu sangat menghargai kotanya. Hal ini terbukti apabila mereka mengabarkan sesuatu kepada kerabatnya, mereka menggabarkannya di balik kartu pos bergambar itu. Oleh karena itu sangat ironis bagi kita yang hidup di Surabaya modern ini tetapi tidak menghargai kotanya sendiri.
Surabaya adalah Kota Pahlawan, tapi dalam kenyataannya banyak peninggalan – peninggalan dan bangunan - bangunan tua yang memiliki nilai sejarah terbengkalai begitu saja. Keterbengkalaiannya ini lama kelamaan dapat mengaburkan makna Surabaya sebagai Kota Pahlawan. (she_sky)