
_______________________
FRANSISKA WINOTO, Surabaya
_______________________
_______________________
Seorang ibu paruh baya terlihat sedang berjalan dengan dituntun turun oleh seorang tukang becak langganannya. Ia menggunakan kacamata hitam dan memakai kaos nyaman serta tidak lupa untuk selalu membawa tasnya. Tentu saja tas itu sangat penting baginya karena berisi minyak pijat. Kacamata hitamnya terlihat rusak akibat pertengkaran semalam. Ternyata pada malam harinya ia baru saja dipukuli oleh saudaranya sendiri. Apa daya seorang tuna netra mau melawan tendangan adik kandungnya sendiri. Sungguh malang memang nasibnya, selain menjadi tulang punggung keluarga, ia masih harus mendapatkan tekanan dari keluarganya. Pada saat merintih kesakitan dan menahan pendarahan akibat diserang adiknya semalam, sambil menangis dalam hati ia berkata, “Kenapa saya ini kok ga ngeliat… Kalau saya bisa ngeliat, disiksa sama saudara sendiri itu ngga mungkin.” Tapi itu hanya emosi jiwa sesaat Nur, setelah itu ia menyesali sendiri apa yang telah ia pikirkan. Ia kembali ingat kepada Tuhan, yang telah menciptakannya.
Ibu yang memiliki nama lengkap Nur Fadillah ini bekerja sebagai tukang pijat keliling. Biasanya ia beroperasi di perumahan Delta Sari dan sekitarnya. Masa lalunya sangat suram, setelah menikah dengan suami pertamanya, yang juga tuna netra, ia dikhianati dan ditinggalkan begitu saja. Suaminya selingkuh dengan wanita lain yang juga tuna netra. Sejak itu semangat hidupnya langsung hilang. Sebenarnya dia tidak buta sejak lahir, namun karena ditinggalkan suaminya pada saat hamil tua anak kedua, ia menjadi sering menangis selama 3 bulan lamanya. “ya gara – gara itu, saya nangis trus. Mata saya membesar lama – lama kaya gunung mbak” Akibat terlalu sering meneteskan air mata itulah, matanya menjadi bengkak dan akhirnya tidak bisa melihat wajah anaknya lagi. Menurut diagnosa dokter, ia menjadi buta karena matanya terlalu banyak meneteskan air mata.
Sebagai manusia biasa, ibu dari 2 anak ini juga pernah berusaha untuk mengakhiri hidupnya. Dulu pada saat ia baru saja ditinggal oleh suaminya, setiap malam ia menangis dan depresi. Oleh karena itulah ia akhirnya berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan sebilah pisau namun selalu gagal. Selalu saja ada gangguan dari anaknya yang paling kecil entah itu menangis maupun tersadar pada waktu tidur malam. Ia sudah mencoba untuk bunuh diri sebanyak 3 kali dan selalu digagalkan oleh anak bungsunya. “Lha iya, tiap kali mau bunuh diri itu, anak saya mesti kaya ngerti gitu, trus nangis.” Setelah percobaan yang terakhir, akhirnya ia menjadi sadar dan berusaha untuk bangkit dari kesedihannya. Semangat hidupnya telah kembali lagi demi anak – anaknya.
Nur memiliki cita – cita yang mulia, yaitu menjadi guru bahasa inggris. Di Bandung ada sebuah yayasan tunanetra yang mengajarkan tentang bahasa inggris. Namun karena keterbatasan biaya, ia gagal untuk mewujudkan impiannya itu. Akhirnya ia hanya mampu untuk pergi ke Malang dan belajar di yayasan PRPCN (Panti Rehabilitasi Pendidikan Cacat Netra). Ini pun hanya merupakan kehendak Nur sendiri, tidak ada satupun keluarganya yang mendukung Nur. Yayasan ini mengajarkan cara memijat bagi tunanetra pada Nur. Selain diajari memijat, ia juga diajari ketrampilan menjahit. Berbekal kemampuannya itulah, ia terus melanjutkan hidupnya demi anak – anaknya. Dari penghasilannya, ia mampu untuk menghidupi keluarganya. Ia juga mampu untuk menyekolahkan anak – anaknya hingga sekarang.
Namun kemalangan tidak juga lepas dari hidup Nur. Tidak jarang uang hasil jerih payahnya dirampas oleh adik kandungnya sendiri. Bahkan ia juga pernah hampir diperkosa. Tidak hanya sekali tetapi berkali – kali, baik oleh tetangganya sendiri maupun oleh pasiennya. Ia juga sering ditipu oleh tukang becak dan tukang sayur dekat rumahnya. Untung semangat hidup Nur tidak pernah pupus, ia tetap melanjutkan pekerjaan sebagai tukang pijat tunanetra. Sebenarnya nur lebih suka tidak dibayar daripada dibohongi oleh pasiennya. Rumahnya juga pernah dimasuki maling, maling itu tidak hanya ingin hartanya saja, tetapi juga tubuhnya. Untung saja para tetangga mendengar teriakannya dan langsung menolongnya.
Suatu ketika ia menemukan seorang pria yang ingin menikahinya. Ia mengaku, “Klo ga punya suami dilecehkan sama orang – orang hidung belang, ya disepelekan.” Namun rumah tangganya yang baru ini juga tidak semulus bayangannya. Kerap kali suaminya sering memukuli anak – anaknya. Karena tidak tahan dengan kelakuan suaminya itu, Nur sempat mengusir pergi suaminya. “Lebih baik ga bersuami daripada kehilangan anak.” Ia juga sering dihina oleh keponakannya sendiri, bahkan dikatai picek. “Biar saja mata saya picek, yang penting hati saya ngga”, balas Nur.
Pada akhirnya ia mengatakan, “Tuhan itu ngga tidur, saya masih dikasih kelebihan walaupun ngga ngeliat.” Bagi dia, Tuhan sungguh baik dan mau memberikan dia sedikit rejeki. Walapun hanya 150 ribu per minggu, namun dari hasil memijatnya itu ia mampu menyekolahkan kedua anaknya sampai sekarang. (she_sky)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar